Friday, September 23, 2016

Keluarga Berencana (KB) dan Gender dalam Islam



MAKALAH
“Keluarga Berencana (KB) dan Gender dalam Islam”
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam








Oleh :
Ayu Rahayu




TA 2016/2017


KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbila’alamin, Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah dengan judul Keluarga Berencana (KB) dan Gender dalam islam.
Dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan banyak sekali terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dan mendukung dalam penulisan makalah . penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu, pemberian kritik dan saran dari pembaca sangat penulis harapkan untuk kebaikan di masa yang akan datang.
Penulis sangat berharap semoga makalah ini  dapat memberikan banyak manfaat bagi pembaca. Amin ya robbal Alamin.



Serang, 13 September 216



DAFTAR ISI






BAB 1

PENDAHULUAN

1.1              LATAR BELAKANG

1.      KELUARGA BERENCANA
Indonesia merupakan salah satu Negara yang memiliki jumlah penduduk terbesar di dunia. Sebagai Negara berkembang, salah satu masalah kependudukan yang ada di Indonesia adalah masih tingginya pertumbuhan penduduk. Keadaan penduduk yang demikian telah mempersulit usaha peningkatan dan pemerataan kesejahteraan rakyat. Semakin tinggi pertumbuhan semakin besar usaha yang dilakukan mempertahankan kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu Pemerintah terus berupaya untuk menekan laju pertumbuhan dengan Program Keluarga Berencana.
Penduduk Indonesia yang mana mayoritas menganut agama islam mempunyai peran yang sangat penting dalam menunjang setiap kebijakan-kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah, dalam hal ini khususnya kebijakan tentang Keluarga Berencana. Untuk itu makalah ini akan membahas pandangan al-quran dan hadits serta hukum islam mengenai program keluarga berencana (KB).
2.      GENDER DALAM ISLAM
Dari Abu Bakrah Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Tidak akan bahagia suatu kaum yang menyerahkan kekuasaan mereka kepada seorang perempuan." ( HR. Bukhari ).
Hadits di atas merupakan landasan dari ulama’ yang melarang wanita untuk menjadi khalifah atau pemimpin. Hal ini pulalah yang telah mengakibatkan beberapa pemikir-pemikir yang berasal dari barat untuk menyerang Islam lewat isu gender. Perempuan yang dimaksud oleh Rasulullah SAW merupakan sifat seorang perempuan pada umumnya ketika Nabi SAW masih hidup. Perempuan yang disebut dalam hadits ini merupakan gambaran kelemahan dan ketergantungan seorang perempuan terhadap laki-laki. Hal inilah yang mengakibatkan Rasulullah SAW mengatakan bahwa tidak akan bahagia suatu kaum yang di pimpin oleh seorang perempuan yang tergantung terhadap laki-laki.
Ketika isu gender di angkat, yang timbul dalam benak kita adalah diskriminasi terhadap wanita dan penghilangan hak-hak terhadap mereka. Gender yang telah diperjuangkan oleh beberapa kalangan, baik dari kalangan akademisi atau dari kalangan yang menanggap bahwa Islam adalah agama yang memicu kehadiran isu gender tersebut di dunia ini.
Islam tidak membedakan antara hak dan kewajiban yang ada pada manusia, hak dan kewajiban itu selalu sama di mata Islam bagi kedua anatomi yang berbeda tersebut. Islam mengedepankan konsep keadilan bagi siapun dan untuk siapapun tanpa melihat jenis kelamin mereka. Islam adalah agama yang telah membebaskan belenggu tirani perbudakan, persamaan hak dan tidak pernah mengedapankan dan menonjolkan salah satu komunitas anatomi saja. Islam hadir sebagai agama yang menyebarkan kasih sayang bagi siapa saja.
Rasulullah telah memberikan nasehat kepada para muslim agar mengormati dan menghargai perempuan seperti sabdanya : “Sebaik-baik kamu adalah yang terbaik terhadap keluarganya, dan aku adalah orang terbaik di antara kamu terhadap keluargaku. Orang yang memuliakan kaum wanita adalah orang yang mulia, dan orang yang menghina kaum wanita adalah orang yang tak tahu budi”. ( HR. Abu Asakir ).

1.2              IDENTIFIKASI MASALAH

Dari latar belakang tersebut maka penulis mengidentifikasikan makalah ini sebagai berikut
a.         Apa pengertian Keluarga Berencana (KB) ?
b.         Apa tujuan Keluarga Berencana (KB)?
c.         Apa saja jenis-jenis Keluarga Berencana (KB)?
d.        Bagaimana pandangan Al-Qur’an terhadap Keluarga Berencana (KB)?
e.         Bagaimana pandangan Al-Hadits terhadap Keluarga Berencana (KB)?
f.          Bagaimana hukum Keluarga Berencana (KB) menurut agama islam?
g.         Apa dampak Keluarga Berencana (KB)?
h.         Apa yang dimaksud dengan gender?
i.           Apa yang dimaksud dengan gender menurut perspektif islam?
j.           Apa yang dimaksud dengan Sintesa Teori dan Kendala Perjuangan Gender?

1.3              TUJUAN

Tujuan yang hendak dicapai penulis adalah :
1.    Mengetahui definisi Keluarga Berencana (KB)
2.    Mengetahui tujuan Keluarga Berencana (KB)
3.    Mengenal jenis-jenis Keluarga Berencana (KB)
4.    Mengetahui pandangan Al-Qur’an terhadap Keluarga Berencana (KB)
5.    Mengetahui pandangan Al-Hadits  terhadap Keluarga Berencana (KB)
6.    Mengetahui hukum Keluarga Berencana (KB) dalam islam
7.    Mengetahui dampak Keluarga Berencana (KB)
8.   Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan gender.
9.   Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan gender menurut perspektif islam.
10.  Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan sintesa teori dan kendala perjuangan gender.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1   KELUARGA BERENCANA (KB) DALAM ISLAM

2.1.1                  PENGERTIAN KELUARGA BERENCANA (KB)

Keluarga Berencana (KB) merupakan suatu program pemerintah yang dirancang untuk menyeimbangkan antara kebutuhan dan jumlah penduduk. Program keluarga berencana oleh pemerintah adalah agar keluarga sebagai unit terkecil kehidupan bangsa diharapkan menerima Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (NKKBS) yang berorientasi pada pertumbuhan yang seimbang. Gerakan Keluarga Berencana Nasional Indonesia telah berumur sangat lama yaitu pada tahun 70-an dan masyarakat dunia menganggap berhasil menurunkan angka kelahiran yang bermakna.  Perencanaan jumlah keluarga dengan pembatasan yang bisa dilakukan dengan penggunaan alat-alat kontrasepsi atau penanggulangan kelahiran seperti kondom, spiral, IUD, dan sebagainya.
Pengertian KB dibagi menjadi dua ada yang secara umum dan secara khusus. Dilihat dari secara umum KB adalah suatu usaha yang mengatur banyaknya jumlah kelahiran sedemikian rupa sehingga bagi ibu maupun bayinya dan bagi ayah serta keluarganya atau masyarakat yang bersangakutan tidak akan menimbulkan kerugian sebagai akibat langsung dari kelahiran tersebut. Pengertian khususnya adalah pencegahan kontrasepsi atau pencegahan terjadinya pembuahan atau mencegah pertemuan antara sel mani dari laki-laki dan sel telur dari wanita.
 Sedangkan menurut WHO KB adalah tindakan yang membantu pasangan suami istri untuk menghindari kehamilan yang tidak diinginkan, mendapatkan kelahiran yang memang sangat diinginkan, mengatur interval di antara kehamilan, mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan dengan umur suami-istri serta menentukan jumlah anak dalam keluarga.

2.1.2        TUJUAN KELUARGA BERENCANA (KB)

1)        Tujuan Umum
Meningkatkan kesejahteraan ibu, anak dalam rangka mewujudkan NKKBS (Normal Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera) yang menjadi dasar terwujudnya masyarakat yang sejahtera dengan mengendalikan kelahiran sekaligus menjamin terkendalinya pertambahan penduduk.
2)        Tujuan Khusus
·           Meningkatkan jumlah penduduk untuk menggunakan alat kontrasepsi.
·           Menurunya jumlah angka kelahiran bayi.
·           Meningkatnya kesehatan keluarga berencana dengan cara penjarangan kelahiran.

2.1.3        JENIS-JENIS ALAT KONTRASEPSI

Dalam pelaksanaan KB harus menggunakan alat kontrsepsi yang sudah dikenal diantaranya ialah:
a.     Pil, berupa tablet yang mempunyai manfaat tidak mengganggu hubungan seksual dan mudah dihentikan setiap saat. Terhadap kesehatan resikonya sangat kecil.
b.    Suntikan, yaitu menginjeksikan cairan kedalam tubuh. Cara kerjanya yaitu menghalangi ovulasi, menipiskan endometrin sehingga nidasi tidak mungkin terjadi dan memekatkan lendir serlak sehingga memperlambat perjalanan sperma melalui canalis servikalis.
c.     Susuk (Implan KB), alat kontrasepsi yang digunakan dilengan atas bawah kulit dan sering digunakan pada tangan kiri. Keuntungannya daya guna tinggi, tidak mengganggu produksi ASI dan pengembalian tingkat kesuburan yang cepat setelah pencabutan.
d.    AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim) merupakan alat kontrasepsi yang digunakan dalam rahim. Efek sampingnya sangat kecil dan mempuyai keuntungan efektivitas dengan proteksi jangka panjang 5 tahun dan kesuburan segera kembali setelah AKDR diangkat.
e.     Sterelisasi (Vasektomi/ tubektomi) yaitu operasi pemutusan atau pengikatan saluran pembuluh yang menghubungkan testis (pabrik sperma) dengan kelenjar prostat (gudang sperma menjelang diejakulasi) bagi laki-laki. Atau tubektomi dengan operasi yang sama pada wanita sehingga ovarium tidak dapat masuk kedalam rongga rahim. Akibat dari sterilisasi ini akan menjadi mandul selamanya.
Alat-alat konrasepsi lainnya adalah kondom, diafragma, tablet vagmat, dan tiisu yang dimasukkan kedalam vagina. Disamping itu ada cara kontrasepsi yang bersifat tradisional seperti jamuan, urut dsb.

2.1.4        PANDANGAN HUKUM MENGENAI KELUARGA BERENCANA

Keluarga berencena sudah menjadi salah satu program pemerintah dalam bidang kesehatan yang dimulai pada tahun 1970.  Apabila kita lihat dari sudut pandang hak – hak pasien, segala jenis kontrasepsi yang ingin diterapkan haruslah mendapat persetujuan dari pasangan suami istri tersebut. Dalam segi hukum peraturan tentang keluarga berencana telah termaktub dalam UU No 10 tahun 1992 tentang perkembangan kependudukan dan keluarga sejahtera.
Selain itu dalam UU Nomor 52 Tahun 2009 tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga, terdapat butir-butir tentang penyelenggaraan keluarga berencana dari segi hak pasangan suami istri dan etik sebagai berikut :
§   Pasal 24
(1)     Pelayanan Kontrasepsi diselenggarakan dengan tata cara yang berdaya guna serta diterima dan dilaksanakan secara bertanggung jawab oleh pasangan suami istri sesuai dengan pilihan dan mempertimbangkan kondisi pasangan suami istri.
(2)     Pelayanan kontrasepsi secara paksa kepada siapa pun dan dalam bentuk apapun bertentangan dengan hak asasi manusia dan pelakunya akan dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3)     Penyelenggaran pelayanan kontrasepsi dilakukan dengan cara yang dapat dipertanggungjawabkan dari segi agama, norma budaya, etika, serta segi kesehatan.
§   Pasal 25
(1)      Suami dan istri mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama dalam melaksanakan keluarga berencana.
(2)      Dalam menentukan cara keluarga berencana sebagai mana dimaksud dalam ayat (1), pemerintah wajib menyediakan menyediakan bantuan pelayanan kontrasepsi bagi suami dan istri.
§   Pasal 26
(1)      Penyelenggaraan alat,obat, dan cara kontrasepsi yang menimbulkan risiko terhadap kesehatan dilakukan atas persetujuan suami dan istri setelah mendapatkan informasi dari tenaga kesehatan yang memiliki keahlian dan kewenangan untuk itu.
(2)     Tata cara penggunaan alat,obat, dan cara kontrasepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan menurut standar profesi kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
§   Pasal 28
Penyampaian informasi dan/atau peragaan alat, obat, dan cara kontrasepsi hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan dan tenaga lain yang terlatih serta dilaksanakan di tempat dan dengan cara yang layak.
Dengan demikian hak asasi pasien yang menjalankan kontrasepsi akan terjamin. Hal ini juga membuktikan bahwa pelaksanaan kontrasepsi telah legal atau diperbolehkan dalam segi hukum Indonesia.
2.1.2        PANDANGAN AL-QUR’AN TENTANG KELUARGA BERENCANA
Dalam al-Qur’an banyak sekali ayat yang memberikan petunjuk yang perlu kita laksanakan dalam kaitannya dengan KB diantaranya ialah : Surat An-Nisa’ ayat 9:
وليخششش الذين لو تركوا من خلفهم ذرية ضعافا خافوا عليهم فليتقواالله واليقولوا سديدا
“Dan hendaklah takut pada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah. Mereka khawatir terhadap kesejahteraan mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar”.
Selain ayat diatas masih banyak ayat yang berisi petunjuk tentang pelaksanaan KB diantaranya ialah surat al-Qashas: 77, al-Baqarah: 233, Lukman: 14, al-Ahkaf: 15, al-Anfal: 53, dan at-Thalaq: 7.
Dari ayat-ayat diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa petunjuk yang perlu dilaksanakan dalam KB antara lain, menjaga kesehatan istri, mempertimbangkan kepentingan anak, memperhitungkan biaya hidup brumah tangga.

2.1.5        PANDANGAN AL-HADITS TENTANG KELUARGA BERENCANA

Dalam Hadits Nabi diriwayatkan:
      إنك تدر ورثك أغنياء خير من أن تدرهم عالة لتكففون الناس (متفق عليه)
“sesungguhnya lebih baik bagimu meninggalkan ahli warismu dalam keadaan berkecukupan dari pada meninggalkan mereka menjadi beban atau tanggungan orang banyak.”
Dari hadits ini menjelaskan bahwa suami istri mempertimbangkan tentang biaya rumah tangga selagi keduanya masih hidup, jangan sampai anak-anak mereka menjadi beban bagi orang lain. Dengan demikian pengaturan kelahiran anak hendaknya dipikirkan bersama.

2.1.6        HUKUM KELUARGA BERENCANA

1)            MENURUT AL-QUR’AN DAN HADITS
Sebenarnya dalam al-Qur’an dan Hadits tidak ada yang melarang atau memerintahkan KB secara eksplisit, karena hukum ber-KB harus dikembalikan kepada kaidah hukum Islam, yaitu:
    الا صل فى الأشياء الاباحة حتى يدل على الدليل على تحريمها  
Tetapi dalam al-Qur’an ada ayat-ayat yang berindikasi tentang diperbolehkannya mengikuti program KB, yakni karena hal-hal berikut:
Menghawatirkan keselamatan jiwa atau kesehatan ibu. Hal ini sesuai dengan firman Allah:
   ولا تلقوا بأيديكم إلى التهلكة (البقرة : 195)
“Janganlah kalian menjerumuskan diri dalam kerusakan”.
Menghawatirkan keselamatan agama, akibat kesempitan penghidupan hal ini sesuai dengan hadits Nabi:
      كادا الفقر أن تكون كفرا
“Kefakiran atau kemiskinan itu mendekati kekufuran”.
Menghawatirkan kesehatan atau pendidikan anak-anak bila jarak kelahiran anak terlalu dekat sebagai mana hadits Nabi:
    ولا ضرر ولا ضرار
“Jangan bahayakan dan jangan lupa membahayakan orang lain.
2)            MENURUT PANDANGAN ULAMA’
-          Ulama’ yang memperbolehkan
Diantara ulama’ yang membolehkan adalah Imam al-Ghazali, Syaikh al-Hariri, Syaikh Syalthut, Ulama’ yang membolehkan ini berpendapat bahwa diperbolehkan mengikuti progaram KB dengan ketentuan antara lain, untuk menjaga kesehatan si ibu, menghindari kesulitan ibu, untuk menjarangkan anak. Mereka juga berpendapat bahwa perencanaan keluarga itu tidak sama dengan pembunuhan karena pembunuhan itu berlaku ketika janin mencapai tahap ketujuh dari penciptaan. Mereka mendasarkan pendapatnya pada surat al-Mu’minun ayat: 12, 13, 14.
-          Ulama’ yang melarang
Selain ulama’ yang memperbolehkan ada para ulama’ yang melarang diantaranya ialah Prof. Dr. Madkour, Abu A’la al-Maududi. Mereka melarang mengikuti KB karena perbuatan itu termasuk membunuh keturunan seperti firman Allah:
   ولا تقتلوا أولادكم من إملق نحن نرزقكم وإياهم
“Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut (kemiskinan) kami akan memberi rizkqi kepadamu dan kepada mereka”.

2.1.7           CARA KB YANG DIPERBOLEHKAN DAN YANG DILARANG OLEH ISLAM

1.    Cara yang diperbolehkan
Ada beberapa macam cara pencegahan kehamilan yang diperbolehkan oleh syara’ antara lain, menggunakan pil, suntikan, spiral, kondom, diafragma, tablet vaginal , tisue. Cara ini diperbolehkan asal tidak membahayakan nyawa sang ibu. Dan cara ini dapat dikategorikan kepada azl yang tidak dipermasalahkan hukumnya. Sebagaimana hadits Nabi :
كنا نعزل على عهد وسول الله ص. م. فلم ينهها (رواه مسلم )
"Kami dahulu dizaman Nabi SAW melakukan azl, tetapi beliau tidak melarangnya."
2.      Cara yang dilarang
Ada juga cara pencegahan kehamilan yang dilarang oleh syara’, yaitu dengan cara merubah atau merusak organ tubuh yang bersangkutan. Cara-cara yang termasuk kategori ini antara lain, vasektomi, tubektomi, aborsi. Hal ini tidak diperbolehkan karena hal ini menentang tujuan pernikahan untuk menghasilakan keturunan.

2.1.8        DAMPAK PROGRAM KELUARGA BERENCANA (KB)

1)        Dampak Positif Keluarga Berencana
Dampak positif yang akan ditimbulakan atas keberadaan program ini seperti penurunan angka kematian anak serta ibu. Hal ini disebabkan pengontrolan angka kelahiran, jarak kelahiran serta mempersiapkan kehamilan ibu pada umur yang matang tidak terlalu muda atau pun tidak terlalu tua karena hal ini sangat berisiko. Serta dapat memelihara kesehata reproduksi, karena penjarakan kehamilan serta kelahiran yang membantu si ibu untuk menjaga kesehatan reproduksinya. Serta dapat meningkatkan kesejahteraan keluarga karena telah merencanakan jumlah anak yang ingin dimiliki. Serta dapat membentuk SDM yang berkualitas karena jarak anak yang satu dengan yang lain tidak rapat dengan demikian perhatian orang tua terhadap tumbuh kembang anak menjadi lebih terpusat.
2)        Dampak Negatif Program Keluarga Berencana
Dampak negatif dari pemakaian metode keluarga berencana ini biasa nya akan berdampak pada fisik si pemakai, terlebih lagi pemakaian kontrasepsi hormonal. Efek samping dari pemakain kontrasepsi keluarga berencana seperti berat badan ibu menjadi lebih besar, kekeroposan tulang, rambut menjadi rontok, siklus menstruasi menjadi tidak lancar, dan karena pertambahan hormonal maka kulit ibu akan mudah berjerawat. 

2.2      GENDER DALAM ISLAM

2.2.1  PENGERTIAN GENDER SECARA UMUM

Secara umum, pengertian gender adalah perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan apabila dilihat dari nilai dan tingkah laku. Sejauh ini persoalan Gender lebih didominasi oleh perspektif perempuan, sementara dari perspektif pria sendiri belum begitu banyak dibahas. Dominannya perspektif perempuan sering mengakibatkan jalan buntu dalam mencari solusi yang diharapkan, karena akhirnya berujung pada persoalan yang bersumber dari kaum laki-laki. Ada beberapa fenomena yang sering kali muncul pada persoalan Gender.
Dalam buku Sex and Gender yang ditulis oleh Hilary M. Lips mengartikan Gender sebagai harapan-harapan budaya terhadap laki-laki dan perempuan. Misalnya; perempuan dikenal dengan lemah lembut, cantik, emosional dan keibuan. Sementara laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan dan perkasa. Ciri-ciri dari sifat itu merupakan sifat yang dapat dipertukarkan, misalnya ada laki-laki yang lemah lembut, ada perempuan yang kuat, rasional dan perkasa. Perubahan ciri dari sifat-sifat tersebut dapat terjadi dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat yang lain (Mansour Fakih 1999: 8-9).
Allah menciptakan bentuk fisik dan tabiat wanita berbeda dengan pria. Kaum pria di berikan kelebihan oleh Allah subhanahu wata’ala baik fisik maupun mental atas kaum wanita sehingga pantas kaum pria sebagai pemimpin atas kaum wanita. Allah subhanahu wata’ala berfirman (artinya): “Kaum lelaki itu adalah sebagai pemimpin (pelindung) bagi kaum wanita.” (An Nisa’: 35)
Sehingga secara asal nafkah bagi keluarga itu tanggug jawab kaum lelaki. Asy syaikh Ibnu Baaz berkata: “Islam menetapkan masing-masing dari suami istri memiliki kewajiban yang khusus agar keduanya menjalankan perannya, hingga sempurnalah bangunan masyarakat di dalam dan di luar rumah. Suami berkewajiban mencari nafkah dan penghasilan sedangkan istri berkewajiban mendidik anak-anaknya, memberikan kasih sayang, menyusui dan mengasuh mereka serta tugas-tugas lain yang sesuai baginya, mengajar anak-anak perempuan, mengurusi sekolah mereka, dan mengobati mereka serta pekerjaan lain yang khusus bagi kaum wanita. Bila wanita sampai meninggalkan kewajiban dalam rumahnya berarti ia menyia-nyiakan rumah berikut penghuninya. Hal tersebut berdampak terpecahnya keluarga baik hakiki maupun maknawi. (Khatharu Musyarakatil Mar’ah lir Rijal fil Maidanil amal.

2.2.2 GENDER DALAM PERSPEKTIF ISLAM

Dalam perspektif Islam, semua yang diciptakan Allah SWT berdasarkan kudratnya masing-masing. “Sesungguhnya segala sesuatu Kami ciptakan dengan qadar” (QS. Al-Qamar: 49).
Para pemikir Islam mengartikan qadar di sini dengan ukuran-ukuran, sifat-sifat yang ditetapkan Allah SWT bagi segala sesuatu, dan itu dinamakan kudrat. Dengan demikian, laki-laki dan perempuan sebagai individu dan jenis kelamin memiliki kudratnya masing-masing. Syeikh Mahmud Syaltut mengatakan bahwa tabiat kemanusiaan antara laki-laki dan perempuan berbeda, namun dapat dipastikan bahwa Allah SWT lebih menganugerahkan potensi dan kemampuan kepada perempuan sebagaimana telah menganugerahkannya kepada laki-laki. Ayat Al-Quran yang populer dijadikan rujukan dalam pembicaraan tentang asal kejadian perempuan adalah firman Allah dalam QS. An-Nisa’ ayat 1 :
”Hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Tuhanmu, yang telah menciptakan kamu dari diri (nafs) yang satu, dan darinya Allah menciptakan pasangannya dan keduanya Allah mengembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak..............”
Yang dimaksud dengan nafs di sini menurut mayoritas ulama tafsir adalah Adam dan pasangannya adalah istrinya yaitu Siti Hawa. Pandangan ini kemudian telah melahirkan pandangan negatif kepada perempuan dengan menyatakan bahwa perempuan adalah bagian laki-laki. Tanpa laki-laki perempuan tidak ada, dan bahkan tidak sedikit di antara mereka berpendapat bahwa perempuan (Hawa) diciptakan dari tulang rusuk Adam. Kitab-kitab tafsir terdahulu hampir bersepakat mengartikan demikian.
Kalaupun pandangan di atas diterima yang mana asal kejadian Hawa dari rusuk Adam, maka harus diakui bahwa ini hanya terbatas pada Hawa saja, karena anak cucu mereka baik laki-laki maupun perempuan berasal dari perpaduan sperma dan ovum. Allah menegaskan hal ini dalam QS. Ali Imran: 195
”Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman): "Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain. Maka orang-orang yang berhijrah, yang diusir dari kampung halamannya, yang disakiti pada jalan-Ku, yang berperang dan yang dibunuh, Pastilah akan Ku-hapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan Pastilah Aku masukkan mereka ke dalam surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, sebagai pahala di sisi Allah. dan Allah pada sisi-Nya pahala yang baik."
Maksud dari sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain adalah sebagaimana laki-laki berasal dari laki-laki dan perempuan, Maka demikian pula halnya perempuan berasal dari laki-laki dan perempuan. kedua-duanya sama-sama manusia, tak ada kelebihan yang satu dari yang lain tentang penilaian iman dan amalnya.
Adanya perbedaan antara laki-laki dan perempuan tidak dapat disangkal karena memiliki kudrat masing-masing. Perbedaan tersebut paling tidak dari segi biologis. Al-Quran mengingatkan:
” Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu”.
Ayat di atas mengisyaratkan perbedaan, dan bahwa masing-masing memiliki keistimewaan. Walaupun demikian, ayat ini tidak menjelaskan apa keistimewaan dan perbedaan itu. Namun dapat dipastikan bahwa perbedaan yang ada tentu mengakibatkan fungsi utama yang harus mereka emban masing-masing. Di sisi lain dapat pula dipastikan tiada perbedaan dalam tingkat kecerdasan dan kemampuan berfikir antara kedua jenis kelamin itu
Jenis laki-laki dan perempuan sama di hadapan Allah. Memang ada ayat yang menegaskan bahwa “Para laki-laki (suami) adalah pemimpin para perempuan (istri)” (QS. An-Nisa’: 34), namun kepemimpinan ini tidak boleh mengantarnya kepada kesewenang-wenangan, karena dari satu sisi Al-Quran memerintahkan untuk tolong menolong antara laki-laki dan perempuan dan pada sisi lain Al-Quran memerintahkan pula agar suami dan istri hendaknya mendiskusikan dan memusyawarahkan persoalan mereka bersama.
Sepintas terlihat bahwa tugas kepemimpinan ini merupakan keistimewaan dan derajat tingkat yang lebih tinggi dari perempuan. Bahkan ada ayat yang mengisyaratkan tentang derajat tersebut yaitu firmanNYA, “Para istri mempunyai hak seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf, akan tetapi para suami mempunyai satu derajat/tingkat atas mereka (para istri)” (QS. Al-Baqarah: 228). Kata derajat dalam ayat di atas menurut Imam Thabary adalah kelapangan dada suami terhadap istrinya untuk meringankan sebagian kewajiban istri. Al-Quran secara tegas menyatakan bahwa laki-laki bertanggungjawab untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya, karena itu, laki-laki yang memiliki kemampuan material dianjurkan untuk menangguhkan perkawinan. Namun bila perkawinan telah terjalin dan penghasilan manusia tidak mencukupi kebutuhan keluarga, maka atas dasar anjuran tolong menolong yang dikemukakan di atas, istri hendaknya dapat membantu suaminya untuk menambah penghasilan.
Jika demikian halnya, maka pada hakikatnya hubungan suami dan istri, laki-laki dan perempuan adalah hubungan kemitraan. Dari sini dapat dimengerti mengapa ayat-ayat Al-Quran menggambarkan hubungan laki-laki dan perempuan, suami dan istri sebagai hubungan yang saling menyempurnakan yang tidak dapat terpenuhi kecuali atas dasar kemitraan. Hal ini diungkapkan Al-Quran dengan istilah ba’dhukum mim ba’dhi – sebagian kamu (laki-laki) adalah sebahagian dari yang lain (perempuan). Istilah ini atau semacamnya dikemukakan kotab suci Al-Quran baik dalam konteks uraiannya tentang asal kejadian laki-laki dan perempuan (QS. Ali Imran: 195), maupun dalam konteks hubungan suami istri (QS. An-Nisa’: 21) serta kegiatan-kegiatan sosial (QS. At-Taubah: 71).Kemitraan dalam hubungan suami istri dinyatakan dalam hubungan timbal balik: “Istri-istri kamu adalah pakaian untuk kamu (para suami) dan kamu adalah pakaian untuk mereka” (QS. Al-Baqarah: 187), sedang dalam keadaan sosial digariskan: “Orang-orang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka adalah penolong bagi sebagian yang lain, mereka menyuruh (mengerjakan yang ma’ruf) dan mencegah yang munkar” (QS. At-Taubah: 71).Pengertian menyuruh mengerjakan yang ma’ruf mencakup segi perbaikan dalam kehidupan, termasuk memberi nasehat/saran kepada penguasa, sehingga dengan demikian, setiap laki-laki dan perempuan hendaknya mampu mengikuti perkembangan masyarakat agar mampu menjalankan fungsi tersebut atas dasar pengetahuan yang mantap. Mengingkari pesan ayat ini, bukan saja mengabaikan setengah potensi masyarakat, tetapi juga mengabaikan petunjuk kitab suci.

2.2.3 TEORI DAN KENDALA PERJUANGAN GENDER

Teori dan konsep Gender memang mudah nampaknya, namun aplikasinya bukan perkara gampang, butuh proses dan dukungan penuh serta partisipasi langsung dari masyarakat dunia, jika Gender memang menjadi pilihan utama untuk menyeimbangkan peran-peran individu dalam masyarakat global.
Berpijak pada kasus diatas sebagai contoh paling mutakhir kesetaraan gender belum berjalan optimal di tengah-tengah masyarakat”Indonesia”, betapa indahnya gagasan ini jika telah berjalan optimal, tentu akan berimbas positif pada pembangunan mental individu-individu, elemen terpenting bangsa Indonesia. Di mulai dari lingkup diri pribadi, keluarga, masyarakat, negara dan dunia.
ada dua faktor yang menghambat perjuangan gender
1.      faktor internal yang merupakan faktor dari dalam diri perempuan itu sendiri,misalnya perempuan selalu mempersepsikan status dirinya berada di bawah status laki-laki, sehingga tidak mempunyai keberanian dan kepercayaan diri untuk maju
2.      faktor ekternal yaitu faktor yang berada diluar diri perempuan itu sendiri, dan hal yang paling dominan adalah terdapatnya nilai-nilai budaya patriarki yang mendominasi segala kehidupan di dalam keluarga masyarakat, sehingga menomor duakan peran perempuan.
Selain itu, juga interprestasi agama yang bias gender, kebijakan umum, peraturan perundang-undangan dan sistem serta aparatur hukum yang dikriminatif serta bias gender, baik di pusat maupun daerah. Di samping itu juga masih kuatnya budaya sebagian besar masyarakat yang menganggap perempuan kurang berkiprah di ruang publik, ditambah dengan adanya ajaran agama yang dipahami secara keliru, membuat perjuangan perempuan untuk mencapai keadilan dan kesetaraan gender semakin sulit tercapai.


BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

KB adalah singkatan dari Keluarga Berencana, maksud daripada ini adalah: “Gerakan untuk membentuk keluarga yang sehat dan sejahtera dengan membatasi kelahiran”. Dan bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera dengan mengendalikan kelahiran sekaligus menjamin terkendalinya pertambahan penduduk. Dalam al-Qur’an dan Hadits membatasi keturunan hukumya haram jika beralasan karena kemiskinan atau ketidakmampuan, serta karir untuk hidup senang atau hal-hal lain yang serupa yang dilakukan para wanita zaman sekarang ini. Adapun mengatur waktu kehamilan hukumnya mubah Pengaturan yang dimaksud bersifat sementara, dan tidak permanen seperti tubektomi dan fasektomi. sebab 2 cara tersebut dilarang (Haram) kecuali keadaan darurat.
Ketimpangan peran gender sebagai suatu permasalahan, serta sisi gelap perilaku-perilaku yang di kaitkan dengan maskulin tidak bisa hanya didekati melalui prespektif perempuan saja, namun juga harus secara empati melihatnya dari sisi pria.
Menurut teori dan paradigma konflik peran gender, sosialisasi yang berlebihan dalam hal norma-norma maskulin, di tengah lingkungan yang seksis dan patrichitlah yang berperan dalam hal peran gender, diskriminasi terhadap wanita serta timbulnya sisi gelap perilaku yang di kaitkan dengan maskulin seperti kekerasan terhadap wanita, perkosaan, pelecehan seksual dan lain-lain.
Konflik peran gender merupakan implikasi dari permasalahan-permasalahan kognitif, emosional, ketidak sadaran atau perilaku yang disebabkan oleh peran-peran gender yang dipelajari pada masyarakat yang seksis dan patriarchal.
“Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal”.

3.2 SARAN

Sejalan dengan simpulan diatas, kami merumuskan saran sebagai berikut.
·           Hendaklah mempertimbangkan sebelum ber-KB,
·           Gunakan KB sesuai kebutuhan,
·           Gunakan KB sesuai syariat Islam,
·           Jadilah kodratnya masing masing, wanita layaknya wanita dan begitupun laki-laki,


    

BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

___. Isu-isu Gender Kontemporer dalam Hukum Keluarga. 2010. UIN-Maliki Press: Malang
Fakih, Mansour dkk. Membincang Feminisme Diskursus Gender Perspektif Islam. 1996. Risalah Gusti: Surabaya.
Fauzi, Ikhwan. Perempuan dan Kekuasaan. 2002. Amzah: Jakarta.
al-Syaukani. Nail al-Author. 1963. Mathba’ah al-Babtal-Halabi.
Umar, Nasaruddin. Argumen Kesetaraan Gender. 1999. Paramadina: Jakarta.



INTRODUCTION MY BUSSINES "HIJMA BY AYU"

Hijma adalah singkatan dari Hijab dan Makeup, sedangkan ayu adalah nama pemiliknya. Banyak teman atau saudara merekomendasikan saya ...