MAKALAH
“Keluarga Berencana
(KB) dan Gender dalam Islam”
Diajukan untuk memenuhi
salah satu tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam
Oleh
:
Ayu
Rahayu
TA
2016/2017
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbila’alamin, Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah dengan judul Keluarga Berencana (KB) dan Gender dalam islam.
Dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan banyak sekali terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dan mendukung dalam penulisan makalah . penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu, pemberian kritik dan saran dari pembaca sangat penulis harapkan untuk kebaikan di masa yang akan datang.
Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat memberikan banyak manfaat bagi pembaca. Amin ya robbal Alamin.
DAFTAR ISI
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
1. KELUARGA
BERENCANA
Indonesia merupakan salah satu
Negara yang memiliki jumlah penduduk terbesar di dunia. Sebagai Negara
berkembang, salah satu masalah kependudukan yang ada di Indonesia adalah masih
tingginya pertumbuhan penduduk. Keadaan penduduk yang demikian telah
mempersulit usaha peningkatan dan pemerataan kesejahteraan rakyat. Semakin
tinggi pertumbuhan semakin besar usaha yang dilakukan mempertahankan
kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu Pemerintah terus berupaya untuk menekan
laju pertumbuhan dengan Program Keluarga Berencana.
Penduduk Indonesia yang mana mayoritas
menganut agama islam mempunyai peran yang sangat penting dalam menunjang setiap
kebijakan-kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah, dalam hal ini khususnya
kebijakan tentang Keluarga Berencana. Untuk itu makalah ini akan membahas
pandangan al-quran dan hadits serta hukum islam mengenai program keluarga
berencana (KB).
2.
GENDER DALAM ISLAM
Dari
Abu Bakrah Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam
bersabda: "Tidak akan bahagia suatu kaum yang menyerahkan kekuasaan mereka
kepada seorang perempuan." ( HR. Bukhari ).
Hadits
di atas merupakan landasan dari ulama’ yang melarang wanita untuk menjadi
khalifah atau pemimpin. Hal ini pulalah yang telah mengakibatkan beberapa
pemikir-pemikir yang berasal dari barat untuk menyerang Islam lewat isu gender.
Perempuan yang dimaksud oleh Rasulullah SAW merupakan sifat seorang perempuan
pada umumnya ketika Nabi SAW masih hidup. Perempuan yang disebut dalam hadits
ini merupakan gambaran kelemahan dan ketergantungan seorang perempuan terhadap
laki-laki. Hal inilah yang mengakibatkan Rasulullah SAW mengatakan bahwa tidak
akan bahagia suatu kaum yang di pimpin oleh seorang perempuan yang tergantung
terhadap laki-laki.
Ketika
isu gender di angkat, yang timbul dalam benak kita adalah diskriminasi terhadap
wanita dan penghilangan hak-hak terhadap mereka. Gender yang telah
diperjuangkan oleh beberapa kalangan, baik dari kalangan akademisi atau dari
kalangan yang menanggap bahwa Islam adalah agama yang memicu kehadiran isu
gender tersebut di dunia ini.
Islam
tidak membedakan antara hak dan kewajiban yang ada pada manusia, hak dan
kewajiban itu selalu sama di mata Islam bagi kedua anatomi yang berbeda
tersebut. Islam mengedepankan konsep keadilan bagi siapun dan untuk siapapun
tanpa melihat jenis kelamin mereka. Islam adalah agama yang telah membebaskan
belenggu tirani perbudakan, persamaan hak dan tidak pernah mengedapankan dan
menonjolkan salah satu komunitas anatomi saja. Islam hadir sebagai agama yang
menyebarkan kasih sayang bagi siapa saja.
Rasulullah
telah memberikan nasehat kepada para muslim agar mengormati dan menghargai
perempuan seperti sabdanya : “Sebaik-baik kamu adalah yang terbaik terhadap
keluarganya, dan aku adalah orang terbaik di antara kamu terhadap keluargaku.
Orang yang memuliakan kaum wanita adalah orang yang mulia, dan orang yang
menghina kaum wanita adalah orang yang tak tahu budi”. ( HR. Abu Asakir ).
1.2 IDENTIFIKASI MASALAH
Dari latar belakang tersebut maka
penulis mengidentifikasikan makalah ini sebagai berikut
a.
Apa pengertian
Keluarga Berencana (KB) ?
b.
Apa tujuan Keluarga Berencana (KB)?
c.
Apa saja jenis-jenis Keluarga Berencana (KB)?
d.
Bagaimana pandangan
Al-Qur’an terhadap Keluarga
Berencana (KB)?
e.
Bagaimana pandangan
Al-Hadits terhadap Keluarga
Berencana (KB)?
f.
Bagaimana hukum Keluarga Berencana (KB) menurut
agama islam?
g.
Apa dampak Keluarga Berencana (KB)?
h.
Apa yang dimaksud dengan gender?
i.
Apa yang dimaksud dengan gender menurut perspektif islam?
j.
Apa yang dimaksud dengan Sintesa Teori dan Kendala
Perjuangan Gender?
1.3 TUJUAN
Tujuan yang hendak dicapai penulis
adalah :
1. Mengetahui
definisi Keluarga Berencana (KB)
2. Mengetahui
tujuan Keluarga Berencana (KB)
3. Mengenal
jenis-jenis Keluarga Berencana (KB)
4. Mengetahui
pandangan Al-Qur’an terhadap Keluarga
Berencana (KB)
5. Mengetahui
pandangan Al-Hadits terhadap Keluarga Berencana (KB)
6. Mengetahui
hukum Keluarga Berencana (KB)
dalam islam
7. Mengetahui
dampak Keluarga Berencana (KB)
8.
Untuk mengetahui apa yang dimaksud
dengan gender.
9.
Untuk mengetahui apa yang dimaksud
dengan gender menurut perspektif islam.
10.
Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan sintesa teori dan
kendala perjuangan gender.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 KELUARGA BERENCANA (KB) DALAM ISLAM
2.1.1 PENGERTIAN KELUARGA BERENCANA (KB)
Keluarga Berencana (KB)
merupakan suatu program pemerintah yang dirancang untuk menyeimbangkan antara
kebutuhan dan jumlah penduduk. Program keluarga berencana oleh pemerintah
adalah agar keluarga sebagai unit terkecil kehidupan bangsa diharapkan menerima
Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (NKKBS) yang berorientasi pada
pertumbuhan yang seimbang. Gerakan Keluarga Berencana Nasional Indonesia telah
berumur sangat lama yaitu pada tahun 70-an dan masyarakat dunia menganggap
berhasil menurunkan angka kelahiran yang bermakna. Perencanaan jumlah
keluarga dengan pembatasan yang bisa dilakukan dengan penggunaan alat-alat
kontrasepsi atau penanggulangan kelahiran seperti kondom, spiral, IUD, dan
sebagainya.
Pengertian KB dibagi menjadi dua ada
yang secara umum dan secara khusus. Dilihat dari secara umum KB adalah suatu
usaha yang mengatur banyaknya jumlah kelahiran sedemikian rupa sehingga bagi
ibu maupun bayinya dan bagi ayah serta keluarganya atau masyarakat yang
bersangakutan tidak akan menimbulkan kerugian sebagai akibat langsung dari
kelahiran tersebut. Pengertian khususnya adalah pencegahan kontrasepsi atau
pencegahan terjadinya pembuahan atau mencegah pertemuan antara sel mani dari
laki-laki dan sel telur dari wanita.
Sedangkan menurut WHO KB adalah tindakan yang
membantu pasangan suami istri untuk menghindari kehamilan yang tidak
diinginkan, mendapatkan kelahiran yang memang sangat diinginkan, mengatur
interval di antara kehamilan, mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan
dengan umur suami-istri serta menentukan jumlah anak dalam keluarga.
2.1.2 TUJUAN KELUARGA BERENCANA (KB)
1)
Tujuan Umum
Meningkatkan
kesejahteraan ibu, anak dalam rangka mewujudkan NKKBS (Normal Keluarga Kecil
Bahagia Sejahtera) yang menjadi dasar terwujudnya masyarakat yang sejahtera
dengan mengendalikan kelahiran sekaligus menjamin terkendalinya pertambahan
penduduk.
2)
Tujuan Khusus
·
Meningkatkan jumlah
penduduk untuk menggunakan alat kontrasepsi.
·
Menurunya jumlah angka
kelahiran bayi.
·
Meningkatnya kesehatan
keluarga berencana dengan cara penjarangan kelahiran.
2.1.3 JENIS-JENIS ALAT KONTRASEPSI
Dalam pelaksanaan KB harus menggunakan
alat kontrsepsi yang sudah dikenal diantaranya ialah:
a. Pil, berupa tablet yang
mempunyai manfaat tidak mengganggu hubungan seksual dan mudah dihentikan setiap
saat. Terhadap kesehatan resikonya sangat kecil.
b. Suntikan, yaitu menginjeksikan
cairan kedalam tubuh. Cara kerjanya yaitu menghalangi ovulasi, menipiskan
endometrin sehingga nidasi tidak mungkin terjadi dan memekatkan lendir serlak
sehingga memperlambat perjalanan sperma melalui canalis servikalis.
c. Susuk (Implan KB), alat
kontrasepsi yang digunakan dilengan atas bawah kulit dan sering digunakan pada
tangan kiri. Keuntungannya daya guna tinggi, tidak mengganggu produksi ASI dan
pengembalian tingkat kesuburan yang cepat setelah pencabutan.
d. AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim) merupakan
alat kontrasepsi yang digunakan dalam rahim. Efek sampingnya sangat kecil dan
mempuyai keuntungan efektivitas dengan proteksi jangka panjang 5 tahun dan
kesuburan segera kembali setelah AKDR diangkat.
e. Sterelisasi (Vasektomi/ tubektomi)
yaitu operasi pemutusan atau pengikatan saluran pembuluh yang menghubungkan
testis (pabrik sperma) dengan kelenjar prostat (gudang sperma menjelang
diejakulasi) bagi laki-laki. Atau tubektomi dengan operasi yang sama pada
wanita sehingga ovarium tidak dapat masuk kedalam rongga rahim. Akibat dari
sterilisasi ini akan menjadi mandul selamanya.
Alat-alat konrasepsi lainnya adalah
kondom, diafragma, tablet vagmat, dan tiisu yang dimasukkan kedalam vagina.
Disamping itu ada cara kontrasepsi yang bersifat tradisional seperti jamuan,
urut dsb.
2.1.4 PANDANGAN HUKUM MENGENAI KELUARGA BERENCANA
Keluarga berencena sudah menjadi
salah satu program pemerintah dalam bidang kesehatan yang dimulai pada tahun
1970. Apabila kita lihat dari sudut
pandang hak – hak pasien, segala jenis kontrasepsi yang ingin diterapkan
haruslah mendapat persetujuan dari pasangan suami istri tersebut. Dalam segi
hukum peraturan tentang keluarga berencana telah termaktub dalam UU No 10 tahun
1992 tentang perkembangan kependudukan dan keluarga sejahtera.
Selain itu dalam UU Nomor 52 Tahun
2009 tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga, terdapat
butir-butir tentang penyelenggaraan keluarga berencana dari segi hak pasangan
suami istri dan etik sebagai berikut :
§ Pasal 24
(1)
Pelayanan Kontrasepsi diselenggarakan dengan tata cara yang
berdaya guna serta diterima dan dilaksanakan secara bertanggung jawab oleh
pasangan suami istri sesuai dengan pilihan dan mempertimbangkan kondisi
pasangan suami istri.
(2)
Pelayanan kontrasepsi secara paksa kepada siapa pun dan
dalam bentuk apapun bertentangan dengan hak asasi manusia dan pelakunya akan
dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3)
Penyelenggaran pelayanan kontrasepsi dilakukan dengan cara
yang dapat dipertanggungjawabkan dari segi agama, norma budaya, etika, serta
segi kesehatan.
§ Pasal 25
(1)
Suami dan istri mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang
sama dalam melaksanakan keluarga berencana.
(2)
Dalam menentukan cara keluarga berencana sebagai mana
dimaksud dalam ayat (1), pemerintah wajib menyediakan menyediakan bantuan
pelayanan kontrasepsi bagi suami dan istri.
§ Pasal 26
(1)
Penyelenggaraan alat,obat, dan cara kontrasepsi yang
menimbulkan risiko terhadap kesehatan dilakukan atas persetujuan suami dan
istri setelah mendapatkan informasi dari tenaga kesehatan yang memiliki
keahlian dan kewenangan untuk itu.
(2)
Tata cara penggunaan alat,obat, dan cara kontrasepsi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan menurut standar profesi kesehatan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
§ Pasal 28
Penyampaian
informasi dan/atau peragaan alat, obat, dan cara kontrasepsi hanya dapat
dilakukan oleh tenaga kesehatan dan tenaga lain yang terlatih serta
dilaksanakan di tempat dan dengan cara yang layak.
Dengan demikian hak asasi pasien
yang menjalankan kontrasepsi akan terjamin. Hal ini juga membuktikan bahwa
pelaksanaan kontrasepsi telah legal atau diperbolehkan dalam segi hukum
Indonesia.
2.1.2
PANDANGAN AL-QUR’AN TENTANG KELUARGA BERENCANA
Dalam al-Qur’an banyak sekali ayat
yang memberikan petunjuk yang perlu kita laksanakan dalam kaitannya dengan KB
diantaranya ialah : Surat An-Nisa’ ayat 9:
وليخششش الذين لو تركوا من خلفهم ذرية ضعافا خافوا عليهم
فليتقواالله واليقولوا سديدا
“Dan
hendaklah takut pada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang
mereka anak-anak yang lemah. Mereka khawatir terhadap kesejahteraan mereka.
Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka
mengucapkan perkataan yang benar”.
Selain ayat diatas masih banyak ayat
yang berisi petunjuk tentang pelaksanaan KB diantaranya ialah surat al-Qashas:
77, al-Baqarah: 233, Lukman: 14, al-Ahkaf: 15, al-Anfal: 53, dan at-Thalaq: 7.
Dari ayat-ayat diatas maka dapat
ditarik kesimpulan bahwa petunjuk yang perlu dilaksanakan dalam KB antara lain,
menjaga kesehatan istri, mempertimbangkan kepentingan anak, memperhitungkan
biaya hidup brumah tangga.
2.1.5 PANDANGAN AL-HADITS TENTANG KELUARGA BERENCANA
Dalam Hadits Nabi diriwayatkan:
إنك تدر ورثك أغنياء خير من أن تدرهم عالة لتكففون الناس (متفق عليه)
“sesungguhnya
lebih baik bagimu meninggalkan ahli warismu dalam keadaan berkecukupan dari
pada meninggalkan mereka menjadi beban atau tanggungan orang banyak.”
Dari hadits ini menjelaskan bahwa
suami istri mempertimbangkan tentang biaya rumah tangga selagi keduanya masih
hidup, jangan sampai anak-anak mereka menjadi beban bagi orang lain. Dengan
demikian pengaturan kelahiran anak hendaknya dipikirkan
bersama.
2.1.6 HUKUM KELUARGA BERENCANA
1)
MENURUT AL-QUR’AN DAN HADITS
Sebenarnya
dalam al-Qur’an dan Hadits tidak ada yang melarang atau memerintahkan KB secara
eksplisit, karena hukum ber-KB harus dikembalikan kepada kaidah hukum Islam,
yaitu:
الا صل فى الأشياء الاباحة حتى يدل على
الدليل على تحريمها
Tetapi
dalam al-Qur’an ada ayat-ayat yang berindikasi tentang diperbolehkannya mengikuti
program KB, yakni karena hal-hal berikut:
Menghawatirkan
keselamatan jiwa atau kesehatan ibu. Hal ini sesuai dengan firman Allah:
ولا تلقوا بأيديكم إلى التهلكة (البقرة : 195)
“Janganlah kalian menjerumuskan diri
dalam kerusakan”.
Menghawatirkan
keselamatan agama, akibat kesempitan penghidupan hal ini sesuai dengan hadits
Nabi:
كادا الفقر أن تكون كفرا
“Kefakiran atau kemiskinan itu
mendekati kekufuran”.
Menghawatirkan
kesehatan atau pendidikan anak-anak bila jarak kelahiran anak terlalu dekat
sebagai mana hadits Nabi:
ولا ضرر ولا ضرار
“Jangan
bahayakan dan jangan lupa membahayakan orang lain.
2)
MENURUT PANDANGAN ULAMA’
-
Ulama’ yang memperbolehkan
Diantara
ulama’ yang membolehkan adalah Imam al-Ghazali, Syaikh al-Hariri, Syaikh
Syalthut, Ulama’ yang membolehkan ini berpendapat bahwa diperbolehkan mengikuti
progaram KB dengan ketentuan antara lain, untuk menjaga kesehatan si ibu,
menghindari kesulitan ibu, untuk menjarangkan anak. Mereka juga berpendapat
bahwa perencanaan keluarga itu tidak sama dengan pembunuhan karena pembunuhan
itu berlaku ketika janin mencapai tahap ketujuh dari penciptaan. Mereka
mendasarkan pendapatnya pada surat al-Mu’minun ayat: 12, 13, 14.
-
Ulama’ yang melarang
Selain ulama’ yang memperbolehkan ada para ulama’ yang
melarang diantaranya ialah Prof. Dr. Madkour, Abu A’la al-Maududi. Mereka
melarang mengikuti KB karena perbuatan itu termasuk membunuh keturunan seperti
firman Allah:
ولا تقتلوا أولادكم من إملق نحن نرزقكم وإياهم
“Dan
janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut (kemiskinan) kami akan
memberi rizkqi kepadamu dan kepada mereka”.
2.1.7 CARA KB YANG DIPERBOLEHKAN DAN YANG DILARANG OLEH ISLAM
1. Cara yang diperbolehkan
Ada beberapa
macam cara pencegahan kehamilan yang diperbolehkan oleh syara’ antara lain,
menggunakan pil, suntikan, spiral, kondom, diafragma, tablet vaginal , tisue.
Cara ini diperbolehkan asal tidak membahayakan nyawa sang ibu. Dan cara ini dapat dikategorikan kepada azl yang tidak
dipermasalahkan hukumnya. Sebagaimana hadits Nabi :
كنا نعزل على عهد وسول الله ص. م. فلم
ينهها (رواه مسلم )
"Kami
dahulu dizaman Nabi SAW melakukan azl, tetapi beliau tidak
melarangnya."
2. Cara yang
dilarang
Ada juga cara
pencegahan kehamilan yang dilarang oleh syara’, yaitu dengan cara merubah atau
merusak organ tubuh yang bersangkutan. Cara-cara yang termasuk kategori ini
antara lain, vasektomi, tubektomi, aborsi. Hal ini tidak diperbolehkan karena
hal ini menentang tujuan pernikahan untuk menghasilakan keturunan.
2.1.8 DAMPAK PROGRAM KELUARGA BERENCANA (KB)
1)
Dampak Positif Keluarga Berencana
Dampak positif yang akan
ditimbulakan atas keberadaan program ini seperti penurunan angka kematian anak
serta ibu. Hal ini disebabkan pengontrolan angka kelahiran, jarak kelahiran
serta mempersiapkan kehamilan ibu pada umur yang matang tidak terlalu muda atau
pun tidak terlalu tua karena hal ini sangat berisiko. Serta dapat memelihara
kesehata reproduksi, karena penjarakan kehamilan serta kelahiran yang membantu
si ibu untuk menjaga kesehatan reproduksinya. Serta dapat meningkatkan
kesejahteraan keluarga karena telah merencanakan jumlah anak yang ingin
dimiliki. Serta dapat membentuk SDM yang berkualitas karena jarak anak yang satu
dengan yang lain tidak rapat dengan demikian perhatian orang tua terhadap
tumbuh kembang anak menjadi lebih terpusat.
2)
Dampak Negatif Program Keluarga Berencana
Dampak negatif dari pemakaian metode
keluarga berencana ini biasa nya akan berdampak pada fisik si pemakai, terlebih
lagi pemakaian kontrasepsi hormonal. Efek samping dari pemakain kontrasepsi
keluarga berencana seperti berat badan ibu menjadi lebih besar, kekeroposan
tulang, rambut menjadi rontok, siklus menstruasi menjadi tidak lancar, dan karena
pertambahan hormonal maka kulit ibu akan mudah berjerawat.
2.2 GENDER DALAM ISLAM
2.2.1 PENGERTIAN GENDER SECARA UMUM
Secara
umum, pengertian gender adalah perbedaan yang tampak antara laki-laki dan
perempuan apabila dilihat dari nilai dan tingkah laku. Sejauh ini persoalan
Gender lebih didominasi oleh perspektif perempuan, sementara dari perspektif
pria sendiri belum begitu banyak dibahas. Dominannya perspektif perempuan
sering mengakibatkan jalan buntu dalam mencari solusi yang diharapkan, karena akhirnya
berujung pada persoalan yang bersumber dari kaum laki-laki. Ada beberapa
fenomena yang sering kali muncul pada persoalan Gender.
Dalam buku Sex and Gender yang
ditulis oleh Hilary M. Lips mengartikan Gender sebagai harapan-harapan budaya
terhadap laki-laki dan perempuan. Misalnya; perempuan dikenal dengan lemah
lembut, cantik, emosional dan keibuan. Sementara laki-laki dianggap kuat,
rasional, jantan dan perkasa. Ciri-ciri dari sifat itu merupakan sifat yang
dapat dipertukarkan, misalnya ada laki-laki yang lemah lembut, ada perempuan
yang kuat, rasional dan perkasa. Perubahan ciri dari sifat-sifat tersebut dapat
terjadi dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat yang lain (Mansour Fakih
1999: 8-9).
Allah
menciptakan bentuk fisik dan tabiat wanita berbeda dengan pria. Kaum pria di
berikan kelebihan oleh Allah subhanahu wata’ala baik fisik maupun mental
atas kaum wanita sehingga pantas kaum pria sebagai pemimpin atas kaum wanita.
Allah subhanahu wata’ala berfirman (artinya): “Kaum lelaki itu adalah
sebagai pemimpin (pelindung) bagi kaum wanita.” (An Nisa’: 35)
Sehingga secara asal nafkah bagi
keluarga itu tanggug jawab kaum lelaki. Asy syaikh Ibnu Baaz berkata: “Islam
menetapkan masing-masing dari suami istri memiliki kewajiban yang khusus agar
keduanya menjalankan perannya, hingga sempurnalah bangunan masyarakat di dalam
dan di luar rumah. Suami berkewajiban mencari nafkah dan penghasilan sedangkan
istri berkewajiban mendidik anak-anaknya, memberikan kasih sayang, menyusui dan
mengasuh mereka serta tugas-tugas lain yang sesuai baginya, mengajar anak-anak
perempuan, mengurusi sekolah mereka, dan mengobati mereka serta pekerjaan lain
yang khusus bagi kaum wanita. Bila wanita sampai meninggalkan kewajiban dalam
rumahnya berarti ia menyia-nyiakan rumah berikut penghuninya. Hal tersebut
berdampak terpecahnya keluarga baik hakiki maupun maknawi. (Khatharu
Musyarakatil Mar’ah lir Rijal fil Maidanil amal.
2.2.2 GENDER DALAM PERSPEKTIF ISLAM
Dalam
perspektif Islam, semua yang diciptakan Allah SWT berdasarkan kudratnya
masing-masing. “Sesungguhnya segala sesuatu Kami ciptakan dengan qadar” (QS.
Al-Qamar: 49).
Para
pemikir Islam mengartikan qadar di sini dengan ukuran-ukuran, sifat-sifat yang
ditetapkan Allah SWT bagi segala sesuatu, dan itu dinamakan kudrat. Dengan
demikian, laki-laki dan perempuan sebagai individu dan jenis kelamin memiliki
kudratnya masing-masing. Syeikh Mahmud Syaltut mengatakan bahwa tabiat
kemanusiaan antara laki-laki dan perempuan berbeda, namun dapat dipastikan
bahwa Allah SWT lebih menganugerahkan potensi dan kemampuan kepada perempuan
sebagaimana telah menganugerahkannya kepada laki-laki. Ayat Al-Quran yang
populer dijadikan rujukan dalam pembicaraan tentang asal kejadian perempuan
adalah firman Allah dalam QS. An-Nisa’ ayat 1 :
”Hai
sekalian manusia, bertaqwalah kepada Tuhanmu, yang telah menciptakan kamu dari
diri (nafs) yang satu, dan darinya Allah menciptakan pasangannya dan keduanya
Allah mengembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak..............”
Yang
dimaksud dengan nafs di sini menurut mayoritas ulama tafsir adalah Adam dan
pasangannya adalah istrinya yaitu Siti Hawa. Pandangan ini kemudian telah
melahirkan pandangan negatif kepada perempuan dengan menyatakan bahwa perempuan
adalah bagian laki-laki. Tanpa laki-laki perempuan tidak ada, dan bahkan tidak
sedikit di antara mereka berpendapat bahwa perempuan (Hawa) diciptakan dari
tulang rusuk Adam. Kitab-kitab tafsir terdahulu hampir bersepakat mengartikan
demikian.
Kalaupun
pandangan di atas diterima yang mana asal kejadian Hawa dari rusuk Adam, maka
harus diakui bahwa ini hanya terbatas pada Hawa saja, karena anak cucu mereka
baik laki-laki maupun perempuan berasal dari perpaduan sperma dan ovum. Allah
menegaskan hal ini dalam QS. Ali Imran: 195
”Maka
Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman):
"Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di
antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah
turunan dari sebagian yang lain. Maka orang-orang yang berhijrah, yang diusir
dari kampung halamannya, yang disakiti pada jalan-Ku, yang berperang dan yang
dibunuh, Pastilah akan Ku-hapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan Pastilah Aku
masukkan mereka ke dalam surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, sebagai
pahala di sisi Allah. dan Allah pada sisi-Nya pahala yang baik."
Maksud
dari sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain adalah sebagaimana
laki-laki berasal dari laki-laki dan perempuan, Maka demikian pula halnya
perempuan berasal dari laki-laki dan perempuan. kedua-duanya sama-sama manusia,
tak ada kelebihan yang satu dari yang lain tentang penilaian iman dan amalnya.
Adanya
perbedaan antara laki-laki dan perempuan tidak dapat disangkal karena memiliki
kudrat masing-masing. Perbedaan tersebut paling tidak dari segi biologis.
Al-Quran mengingatkan:
”
Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada
sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (karena) bagi orang
laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita
(pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah
sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu”.
Ayat
di atas mengisyaratkan perbedaan, dan bahwa masing-masing memiliki
keistimewaan. Walaupun demikian, ayat ini tidak menjelaskan apa keistimewaan
dan perbedaan itu. Namun dapat dipastikan bahwa perbedaan yang ada tentu
mengakibatkan fungsi utama yang harus mereka emban masing-masing. Di sisi lain
dapat pula dipastikan tiada perbedaan dalam tingkat kecerdasan dan kemampuan
berfikir antara kedua jenis kelamin itu
Jenis
laki-laki dan perempuan sama di hadapan Allah. Memang ada ayat yang menegaskan
bahwa “Para laki-laki (suami) adalah pemimpin para perempuan (istri)” (QS.
An-Nisa’: 34), namun kepemimpinan ini tidak boleh mengantarnya kepada
kesewenang-wenangan, karena dari satu sisi Al-Quran memerintahkan untuk tolong
menolong antara laki-laki dan perempuan dan pada sisi lain Al-Quran
memerintahkan pula agar suami dan istri hendaknya mendiskusikan dan
memusyawarahkan persoalan mereka bersama.
Sepintas
terlihat bahwa tugas kepemimpinan ini merupakan keistimewaan dan derajat
tingkat yang lebih tinggi dari perempuan. Bahkan ada ayat yang mengisyaratkan
tentang derajat tersebut yaitu firmanNYA, “Para istri mempunyai hak seimbang
dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf, akan tetapi para suami mempunyai
satu derajat/tingkat atas mereka (para istri)” (QS. Al-Baqarah: 228). Kata
derajat dalam ayat di atas menurut Imam Thabary adalah kelapangan dada suami
terhadap istrinya untuk meringankan sebagian kewajiban istri. Al-Quran secara
tegas menyatakan bahwa laki-laki bertanggungjawab untuk memenuhi kebutuhan
hidup keluarganya, karena itu, laki-laki yang memiliki kemampuan material
dianjurkan untuk menangguhkan perkawinan. Namun bila perkawinan telah terjalin
dan penghasilan manusia tidak mencukupi kebutuhan keluarga, maka atas dasar
anjuran tolong menolong yang dikemukakan di atas, istri hendaknya dapat
membantu suaminya untuk menambah penghasilan.
Jika
demikian halnya, maka pada hakikatnya hubungan suami dan istri, laki-laki dan
perempuan adalah hubungan kemitraan. Dari sini dapat dimengerti mengapa
ayat-ayat Al-Quran menggambarkan hubungan laki-laki dan perempuan, suami dan
istri sebagai hubungan yang saling menyempurnakan yang tidak dapat terpenuhi
kecuali atas dasar kemitraan. Hal ini diungkapkan Al-Quran dengan istilah
ba’dhukum mim ba’dhi – sebagian kamu (laki-laki) adalah sebahagian dari yang
lain (perempuan). Istilah ini atau semacamnya dikemukakan kotab suci Al-Quran
baik dalam konteks uraiannya tentang asal kejadian laki-laki dan perempuan (QS.
Ali Imran: 195), maupun dalam konteks hubungan suami istri (QS. An-Nisa’: 21)
serta kegiatan-kegiatan sosial (QS. At-Taubah: 71).Kemitraan dalam hubungan
suami istri dinyatakan dalam hubungan timbal balik: “Istri-istri kamu adalah
pakaian untuk kamu (para suami) dan kamu adalah pakaian untuk mereka” (QS.
Al-Baqarah: 187), sedang dalam keadaan sosial digariskan: “Orang-orang beriman,
laki-laki dan perempuan, sebagian mereka adalah penolong bagi sebagian yang
lain, mereka menyuruh (mengerjakan yang ma’ruf) dan mencegah yang munkar” (QS.
At-Taubah: 71).Pengertian menyuruh mengerjakan yang ma’ruf mencakup segi
perbaikan dalam kehidupan, termasuk memberi nasehat/saran kepada penguasa,
sehingga dengan demikian, setiap laki-laki dan perempuan hendaknya mampu
mengikuti perkembangan masyarakat agar mampu menjalankan fungsi tersebut atas
dasar pengetahuan yang mantap. Mengingkari pesan ayat ini, bukan saja
mengabaikan setengah potensi masyarakat, tetapi juga mengabaikan petunjuk kitab
suci.
2.2.3 TEORI DAN KENDALA PERJUANGAN GENDER
Teori
dan konsep Gender memang mudah nampaknya, namun aplikasinya bukan perkara
gampang, butuh proses dan dukungan penuh serta partisipasi langsung dari
masyarakat dunia, jika Gender memang menjadi pilihan utama untuk menyeimbangkan
peran-peran individu dalam masyarakat global.
Berpijak
pada kasus diatas sebagai contoh paling mutakhir kesetaraan gender belum
berjalan optimal di tengah-tengah masyarakat”Indonesia”, betapa indahnya
gagasan ini jika telah berjalan optimal, tentu akan berimbas positif pada
pembangunan mental individu-individu, elemen terpenting bangsa Indonesia. Di
mulai dari lingkup diri pribadi, keluarga, masyarakat, negara dan dunia.
ada
dua faktor yang menghambat perjuangan gender
1. faktor internal yang merupakan
faktor dari dalam diri perempuan itu sendiri,misalnya perempuan selalu
mempersepsikan status dirinya berada di bawah status laki-laki, sehingga tidak
mempunyai keberanian dan kepercayaan diri untuk maju
2. faktor ekternal yaitu faktor yang
berada diluar diri perempuan itu sendiri, dan hal yang paling dominan adalah
terdapatnya nilai-nilai budaya patriarki yang mendominasi segala kehidupan di
dalam keluarga masyarakat, sehingga menomor duakan peran perempuan.
Selain
itu, juga interprestasi agama yang bias gender, kebijakan umum, peraturan
perundang-undangan dan sistem serta aparatur hukum yang dikriminatif serta bias
gender, baik di pusat maupun daerah. Di samping itu juga masih kuatnya budaya
sebagian besar masyarakat yang menganggap perempuan kurang berkiprah di ruang
publik, ditambah dengan adanya ajaran agama yang dipahami secara keliru,
membuat perjuangan perempuan untuk mencapai keadilan dan kesetaraan gender
semakin sulit tercapai.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
KB
adalah singkatan dari Keluarga Berencana, maksud daripada ini adalah: “Gerakan
untuk membentuk keluarga
yang sehat dan sejahtera dengan membatasi kelahiran”. Dan bertujuan untuk
mewujudkan masyarakat yang sejahtera dengan mengendalikan kelahiran sekaligus
menjamin terkendalinya pertambahan penduduk. Dalam al-Qur’an dan Hadits
membatasi keturunan hukumya haram jika beralasan karena kemiskinan atau
ketidakmampuan, serta karir untuk hidup senang atau hal-hal lain yang serupa
yang dilakukan para wanita zaman sekarang ini. Adapun mengatur waktu kehamilan hukumnya mubah Pengaturan yang dimaksud
bersifat sementara, dan tidak permanen seperti tubektomi dan fasektomi. sebab
2 cara tersebut dilarang (Haram) kecuali keadaan darurat.
Ketimpangan peran gender sebagai
suatu permasalahan, serta sisi gelap perilaku-perilaku yang di kaitkan dengan
maskulin tidak bisa hanya didekati melalui prespektif perempuan saja, namun
juga harus secara empati melihatnya dari sisi pria.
Menurut teori dan paradigma konflik
peran gender, sosialisasi yang berlebihan dalam hal norma-norma maskulin, di
tengah lingkungan yang seksis dan patrichitlah yang berperan dalam hal peran
gender, diskriminasi terhadap wanita serta timbulnya sisi gelap perilaku yang
di kaitkan dengan maskulin seperti kekerasan terhadap wanita, perkosaan,
pelecehan seksual dan lain-lain.
Konflik peran gender merupakan implikasi dari permasalahan-permasalahan kognitif, emosional, ketidak sadaran atau perilaku yang disebabkan oleh peran-peran gender yang dipelajari pada masyarakat yang seksis dan patriarchal.
Konflik peran gender merupakan implikasi dari permasalahan-permasalahan kognitif, emosional, ketidak sadaran atau perilaku yang disebabkan oleh peran-peran gender yang dipelajari pada masyarakat yang seksis dan patriarchal.
“Hai manusia, Sesungguhnya kami
menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan
kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang
yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha
Mengenal”.
3.2 SARAN
Sejalan dengan simpulan diatas, kami
merumuskan saran sebagai berikut.
·
Hendaklah mempertimbangkan sebelum ber-KB,
·
Gunakan KB sesuai kebutuhan,
·
Gunakan KB sesuai syariat Islam,
·
Jadilah
kodratnya masing masing, wanita layaknya wanita dan begitupun laki-laki,
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
___. Isu-isu Gender Kontemporer
dalam Hukum Keluarga. 2010. UIN-Maliki Press: Malang
Fakih, Mansour dkk. Membincang
Feminisme Diskursus Gender Perspektif Islam. 1996. Risalah Gusti: Surabaya.
al-Syaukani. Nail al-Author.
1963. Mathba’ah al-Babtal-Halabi.
Umar, Nasaruddin. Argumen
Kesetaraan Gender. 1999. Paramadina: Jakarta.